Rabu, 05 Agustus 2009

BIKE TO PARADISE, TIDUNG ISLAND

Jumat hampir dipenghujung senja. penat sepertinya terus menyelimuti saya beberapa pekan ini memaksa saya harus pergi keluar dan mencari suasana baru, nyawa baru. sahabat-sahabat saya sudah punya agenda masing-masing. hanya saya yang belum ada rencana, memang biasanya seperti itu. pergi sesuka hati, tanpa rencana tanpa agenda. mengikuti kemana hati ingin menuju dan kaki ingin melangkah. timbul begitu saja.

tertarik kisah perjalanan mas Teguh, teman facebook saya, sewaktu ke Pulau Tidung daerah kepulauan seribu. sayapun teringat kawan saya yang mengajak saya jalan minggu ini. sayapun langsung menghubunginya dan disinilah saya sekarang berada, di pelabuhan kapal nelayan, Muara Angke Jakarta Barat.

Sabtu, 01 Agustus 2009... jam menunjukkan 06.30 wib. angkot merah KWK 01 yang mengantar saya dari perempatan Grogol hingga terminal Muara Angke menurunkan saya tepat didepan pintu retribusi pasar ikan Muara Angke. bau khas pesisir terasa menyengat. genangan air berbau amis menutupi hampir sepanjang jalan, becak-becak yang melintas mengantar penumpang dengan berbagai hajat mereka masing-masing, ojek-ojek sepeda "onthel" dan sepeda motor yang mangkal dibahu jalan dan yang bersliweran seolah tak menganggap keberadaan pejalan kaki seperti kami hingga memaksa kami jalan tergesa dan sebisa mungkin menghindari genangan-genangan air yang dalam meskipun terkadang tak dapat terhindarkan. trotoar yang dimanfaatkan pedagang-pedagang kecil menjual seafood dengan keranjang kecilnya. belum lagi gerobak-gerobak pengangkut ikan hasil tangkapan yang berjalan seenaknya tanpa memperdulikan kami.

fuihh... sebuah awal yang menjengkelkan, namun indah.
menjengkelkan sebab banyaknya manusia yang tak peduli dengan sekitar mereka.
indah bahwa hidup ini penuh warna, banyak sisi yang bisa kita jadikan cermin untuk bersikap.


jam 07.30 kapal kayu (warga menjulukinya ojek perahu) mulai meninggalkan pelabuhan. beriringan dengan kapal yang menuju ke pulau pramuka yang pernah saya kunjungi tahun lalu bersama para "bocah petualang" (baca cibang cibung pulau pramuka). menyusuri perairan yang berwaran hitam pekat tercemar oleh limbah jakarta. terus menjauh hingga secara perlahan kota jakarta mulai terlihat samar dan akhirnya hilang seolah tertelan bumi. satu jam perjalanan air laut mulai terlihat kebiruan. butuh waktu sekitar 2,5 jam untuk sampai pulau tidung.

saya duduk diatas dak beratapkan langit dengan matahari yang hangat menyinari. bersama kelompok lain yang bersenda gurau dengan sesama anggotanya, bersama sekumpulan pecinta photografi yang asyik mengabadikan sekitar, bersama keluarga yang dengan sepenuh hati menceritakan kepada anaknya tentang keindahan pulau tidung. sementara saya, asyik mengusap dan membersihkan hidung yang sedari tadi terus mengeluarkan cairan kental. ya.. saya terkena sinusitis sejak beberapa tahun lalu. saya pikir dengan menjemurkan diri dibawah sinar matahari tubuh saya menjadi hangat. namun sinus saya semakin menjadi akibat angin laut yang bertiup bebas menerpa tubuh saya.

namun saya menikmati perjalanan ini, mencuri dengar senda gurau kelompok penggila travelling, memerhatikan bahasa tubuh pencinta photografi saat mengabadikan moment, mengamati kebersamaan keluarga bahagia, dan memandangi lautan lepas berharap munculnya sekawanan lumba-lumba yang menyambut kedatangan kami seperti trip kami ke pulau pramuka, hingga akhirnya saya tertidur....










LITTLE KARIMUN JAWA...

Begitu menginjakkan kaki di pulau Tidung, saya teringat kembali ketika pergi ke pulau Karimun Jawa, Jawa Tengah. pulau yang rimbun, tata letak pemukiman yang hampir sama dengan pulau karimun jawa. bedanya, struktur jalan yang sempit yang hanya dapat dilintasi oleh 2 kendaraan sepeda motor dan berbahan conblock, bukan aspal. tidak sedikit rumah kuno atau rumah model jawa yang masih bertahan diantara rumah-rumah modern. didepan rumah mereka tungku api berbahan bakar kayu menjadi pemandangan tersendiri.

jangan sebut mereka orang bugis meskipun mereka keturunan bugis
jangan sebut mereka orang jakarta meskipun mereka bagian dari warga jakarta
mereka lebih bangga disebut orang pulau, jati diri mereka...kebanggaan mereka...


lelah berjalan kaki mengelilingi sekitaran pemukiman penduduk, kami memutuskan mencari penginapan yang direkomendasikan mas Teguh. rupanya hanya ini satu-satunya penginapan yang berada di pulau Tidung. selama berkeliling tadi, tidak satupun penginapan yang saya temui kecuali Lima Saudara, penginapan milik pak Haji Abdul Hamid yang direkomendasikan mas Teguh.

"Waduh mas, maaf... sudah terisi semua. kenapa tidak pesan dulu sebelumnya?" jawab pak Haji ketika saya menanyakan penginapan yang belum terisi. di penginapanan ini terdapat 5 cottage yang masing-masing cottage dapat terisi hingga 6 orang dengan harga sewa 200 ribu rupiah per cottage. "tapi ada satu rumah kosong yang sebenarnya akan saya jual. karena belum laku saya jadikan penginapan juga, namun letaknya agak jauh dari sini.. Kalau mau, akan saya antar, bagaimana?" pak Haji mencoba mencari alternatif lain. 'Nggak apa-apa pak Haji, yang penting saya dapat tempat untuk bermalam disini. sebenarnya tanpa rencana saya kesini makanya saya tidak pesen penginapan dulu sebelumnya.

Agak sedikit kotor dan berdebu. wajarlah karena memang tak berpenghuni. saya dan kawan sayapun menunggu rumah tersebut dibersihkan. "sama seperti cottage yang didepan sana mas, harganya sama 200 ribu, terserah mau menempati kamar dimana saja. karena hitungannya satu rumah bukan per-kamar". kata pak Haji sambil membersihkan dan dibantu familinya yang tinggal didepan rumah yang akan kami tempati. "atau mau gabung ama yang lain juga bisa, karena kapal yang dari tangerang akan tiba sekitar jam 13.30 wib. tapi jika sharing dengan kelompok lain maka dikenakan 150 ribu permasing-masing kelompok". waduh pak, kalau begitu bukan sewa satu rumah kl begitu, pikirku...

siang hari, panas terasa kian menyengati pulau ini membuat saya enggan keluar rumah meskipun perut memaksa saya minta diisi sesuatu. sulit mencari warung nasi dipulau ini, karena harus kembali ke dermaga pulau tidung atau ke penginapan lima saudara yang jaraknya dari sini lebih dari setengah km. untuk sekedar pengganjal perut, saya memesan jus mangga diwarung depan milik family pak haji yang ikut membersihkan rumah.

tak berapa lama. rombongan dari tangerang datang, mereka berjumlah 5 orang. kamipun berbagi kamar dalam satu rumah. seperti yang dikatakan pak haji sebelumnya, masing2 membayar 150 ribu.






















MENGEJAR MATAHARI

Matahari sudah bergeser ke barat, saatnya petualangan dimulai. sejumlah sepeda sudah siap didepan pintu pagar. tadi pak haji mencari sepeda dari penduduk untuk disewa. menyusuri perkampungan penduduk dengan bersepeda serasa dunia mundur ke beberapa waktu silam. rumah-rumah model kuno, tungku api, bengkel sepeda, ibu2 tua bersantai di teras. pohon jambu air yang terdapat di hampir setiap depan rumah. sesama pengendara sepeda yang saling bertegur sapa ketika berpapasan. tukang sayur yang berkeliling dengan gerobak dorongnya, bukan seperti gerobak yang ada di jakarta, tetapi seperti gerobak yang digunakan untuk menjual air bersih atau minyak tanah. para manula yang saling bersenda gurau. hingga menyusuri daerah pesisir berpasir putih, jaring2 nelayan yang digantung didepan rumah mereka, barisan pohon kelapa yang tinggi mejulang, dan kapal tangker yang sesekali melintas yang tampak dari kejauhan.

saya tiba dipenghujung tidung bagian timur. disini terdapat jembatan kayu sebagai penghubung antara pulau tidung besar dan tidung kecil yang tidak berpenghuni. namun sayang sekarang dalam perbaikan karena ada bagian jembatan yang rusak dan harus diperbaiki. sebenarnya, jembatan inilah yang menjadi ikonnya pulau tidung. berada diatasnya saat senja sambil memandangi lautan lepas, menyaksikan aktifitas nelayan berperahu ke tengah laut, anak-anak kecil yang terjun bebas dari atas jembatan, para penghobi memancing ikan dengan kesabarannya mengharap ikan besar memakan umpan mereka. sayang, senja ini tidak saya saksikan karena rusaknya jembatan tersebut. yang ada hanya beberapa pelancong seperti kami yang sama kecewanya. sementara kesibukan para pekerja yang dituntut harus menyelesaikan jembatan mendominasi pemandangan didepan saya.


waktunya mengejar matahari...
segera saya mengayuh sepeda menuju ke sisi barat pulau, berkejaran dengan matahari yang sudah mulai tergelincir. ditengah perjalanan saya bertemu dengan rombongan teman sharing satu rumah yang hendak ke jembatan kayu, ujung barat pulau tidung. sayapun berhenti sejenak untuk memberitahu bahwa jembatan sedang dalam perbaikan sehingga tidak bisa dilalui, tetapi tiba tiba...

"Aahhhhgggg..!!!!!! JLEPP!!" salah seorang dari mereka terjun bebas diantara semak ilalang. rupanya rem sepedanya blong dan dia tidak sempat menurunkan kakinya. akibatnya sekujur tubuhnya penuh dengan luka gores. sandalnya putus, roknya sedikit robek. ia meringis. wanita yang malang, dan kawan-kawan yang kurang ajar. kami tak serta merta menolongnya. untuk beberapa waktu kami tertawa terbahak-bahak.

dan akhirnya iapun tertawa lepas...

selepas mentari yang lelah menyinari tidung seharian...




how to go there :
- dari pelabuhan nelayan muara angke jam 07.30, ongkos Rp. 33.000,-
- dari rawa saban, tangerang jam 11.00, ongkos Rp.20.000
- dari pulau tidung - muara angke atau rawa saban jam 07.30

fasilitas :
- penginapan lima saudara telp.021-70298683 Rp.200.000,-
- penyewaan sepeda Rp.10.000,- sehari, motor Rp.30.000,- s.d. Rp.35.000,- sehari
- warung makan terdapat di sekitar dermaga kisaran harga Rp.5.000,- s.d. Rp.15.000,- atau memesan terlebih dahulu ke pak wahid didepan penginapan lima saudara no. telp.0856-93565464 (sekitar Rp.15.000,- plus minum)

 

Tidak ada komentar: